7 Pengakuan Novel Baswedan di Sidang Kasus Penyiraman Air Keras

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus penyiraman air keras yang melibatkan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kembali digelar. Sidang digelar setelah satu bulan tertunda.

Dalam sidang yang digelar pada Kamis 30 April 2020, Novel hadir sebagai saksi utama. Kedua terdakwa, yaitu Ronny Bugis dan Rakhmat Kadir juga hadir. 

Kehadiran Novel Baswedan telah dikonfirmasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar yang mengungkap jalannya sidang berlangsung lewat video conference. 

"Saksi akan hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sedangkan para terdakwa akan tetap berada di rutan Mako Brimob," Ujar Fedrik menjelaskan tata cara sidang melalui video konferensi seperti dikutip dari Antara.

Seperti diketahui, cairan kimia telah disiramkan ke wajah Novel, Selasa, 11 April 2017. Akibat insiden tersebut, mata kanan dan kiri penyidik KPK ini nyaris mengalami kebutaan. 

Kurang lebih dua tahun kemudian, dua pelaku yang melakukan penyerangan terungkap. Rahmat Kadir Mahulette berperan menyiramkan air keras ke wajah Novel, sedangkan Ronny Bugis, mengantarkan pelaku ke kediaman Novel Baswedan.

"Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette meminta mengantarkannya ke daerah Kelapa Gading Jakarta Utara," kata Fredik dalam berkas dakwaan yang dibacakannya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 19 Maret 2020.

Dan saat sidang penyiraman air keras kembali digelar, sejumlah pengakuan mengejutkan dilontarkan oleh penyidik senior KPK Novel Baswedan. Di antaranya adalah:  

Rumah Diteror oleh 4 Orang Mencurigakan

Penyidik senior KPK Novel Baswedan (tengah) saat jeda pemeriksaan kasus penyiraman air keras terhadapnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1/2020). Polisi memeriksa Novel Baswedan sebagai saksi setelah menetapkan dua tersangka penyerangan.(Liputan6.com/Johan Tallo)
Penyidik senior KPK Novel Baswedan (tengah) saat jeda pemeriksaan kasus penyiraman air keras terhadapnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1/2020). Polisi memeriksa Novel Baswedan sebagai saksi setelah menetapkan dua tersangka penyerangan.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Novel Baswedan mengungkap adanya empat orang asing yang sudah memantau kediamannya sebelum teror air keras terjadi pada, 11 April 2017 lalu.

"Sekitar dua minggu sebelum saya diserang ada orang yang melakukan pengamatan di depan rumah saya," ujar Novel bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4/2020).

Menurut Novel, empat orang yang mencurigakan tersebut memantau kediamannya dari seberang rumahnya. Dia menggambarkan bahwa tepat di depan rumahnya terdapat sungai kecil.

"Jadi, di depan rumah saya ada sungai. Empat orang ini melakukan pengamatan ini dari seberang rumah saya. Dan juga ada beberapa kendaraan dan mobil yang mencurigakan," kata Novel.

Mendapatkan Foto Kendaraan yang Pantau Rumahnya

Novel Baswedan bersama Wadah Pegawai (WP) KPK memperingati 500 hari penyerangan terhadap dirinya di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras pada 500 hari lalu. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)
Novel Baswedan bersama Wadah Pegawai (WP) KPK memperingati 500 hari penyerangan terhadap dirinya di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras pada 500 hari lalu. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Novel menyebut, sempat mendapatkan foto-foto kendaraan dan mereka yang memantau kediamannya. Novel mendapatkan foto tersebut dari tetangganya yang curiga dengan orang-orang tersebut.

"Itu (foto) mobilnya sudah saya berikan ke Kapolda Metro, karena itu saya dapat dari tetangga saya yang curiga dengan orang-orang itu," kata Novel.

Kapolda Metro yang dia maksud saat itu ialah M Iriawan yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Setelah mengadu ke Kapolda, kata Novel, Iriawan saat itu hanya meminta dirinya untuk lebih waspada.

"Katanya 'oh iya kalau gitu kita perlu waspada dan hati-hati'. Saya ketika mendengar (pernyataan Iriawan) itu, rasanya kayak ada kekuatan yang cukup besar, dan Pak Kapolda rasanya sedikit takut," kata Novel Baswedan.

Tak Curiga Bakal Disiram Air Keras

Sidang kasus penganiayaan Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. (Istimewa)
Sidang kasus penganiayaan Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. (Istimewa)

Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku, dirinya telah disiram menggunakan air keras sebelum menoleh ke belakang. Karena, saat itu ia mendengar adanya suara motor yang cukup pelan sekali.

"Setelah saya keluar dari masjid saya jalan ke barat saya mendengar ada sepeda motor jalan pelan dan itu saya enggak curiga, karena ada tetangga yang memakai motor. Belum sampai saya menoleh, saya disiram air keras ke muka saya. Dan ya sejenak saya tertegun. Satu saya merasa seperti terbakar di muka," kata Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4/2020).

Novel mengaku tak mengenali jenis motor apa yang digunakan oleh terdakwa saat itu. Karena, ia tak mendengar cukup keras suara motor yang dipakai terdakwa.

"Saya enggak mengenali jelas (motor apa) karena suaranya enggak terlalu khas. Kalau khas sperti vespa saya pasti tahu. Ketika setelah menyiram air keras ke saya, dia menancap gas motornya. Saya melihat sepertinya (motor) matic," ujar dia.

Yang Menyiram Si Pengendara Motor

Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan usai diperiksa oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Polisi di Gedung KPK, Kamis (20/6/2019). Novel diperiksa terkait kasus penyiraman air keras hingga mata kirinya buta diharapkan bisa menemukan titik terang. (merdeka.com/Dwi Narwoko)
Penyidik senior KPK Novel Baswedan memberikan keterangan usai diperiksa oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Polisi di Gedung KPK, Kamis (20/6/2019). Novel diperiksa terkait kasus penyiraman air keras hingga mata kirinya buta diharapkan bisa menemukan titik terang. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Saat wajahnya di siram air keras, Novel mengaku tidak bisa melihat secara pasti ciri-ciri pelaku. 

"Yang nyiram 1 yang di depan mengendarai sepeda motor, boncengan. (Sempat lihat ciri-ciri) Saya enggak bisa lihat. Ketika saya mencari air itu saya sempat tabrak papan kayu, akhirnya saya menuju masjid. Awalnya saya mau ke rumah Pak Wisnu yang paling dekat lokasi, saya waktu itu disiram di depan rumah Pak Wisnu," ucapnya.

Novel pun mengaku sempat meminta pertolongan saat itu. 

"Saya lari saya sempat ketabrak papan kayu itu. Jadi ketika saya mau ke tempat Pak Wisnu, saya khawatir sulit akses maka saya lari menuju jalan balik. Akhirnya saya tabrak kayu, kemudian saya berteriak minta tolong," ucap dia. 

Saat berteriak minta tolong, ia pun langsung dihampiri oleh salah seoerang yang ia sebut Pak Nur.

"Saya ingat Pak Nur. Tapi yang lain-lain saya enggak ingat," tutur dia.

Keberatan Disebut Disiram Air Aki

Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat jeda pemeriksaan kasus penyiraman air keras terhadapnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1/2020). Polisi memeriksa Novel Baswedan sebagai saksi setelah menetapkan dua tersangka penyerangan.(Liputan6.com/Johan Tallo)
Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat jeda pemeriksaan kasus penyiraman air keras terhadapnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1/2020). Polisi memeriksa Novel Baswedan sebagai saksi setelah menetapkan dua tersangka penyerangan.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Novel sempat keberatan saat disebut dirinya disiram dengan menggunakan air aki. 

"Maaf Yang Mulia, saya keberatan kalau disebut disiram dengan air aki. Saya punya bukti kalau itu bukan air aki," ujar Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4/2020).

Pernyataan Novel pun langsung disanggah majelis hakim. Menurut hakim, ada waktunya untuk proses pembuktian apakah cairan yang membuat mata Novel rusak itu adalah air aki atau air keras.

Hakim meminta untuk saat ini Novel cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani Novel.

Meski sempat diminta untuk tidak memberikan pembuktian, Novel Baswedan kemudian kembali menjelaskan bahwa dirinya bukan disiram dengan air aki, melainkan air keras.

"Saat tersiram cairan tersebut (air keras) mata saya putih semua, hitamnya hilang. Ini berdasarkan cerita dari mereka yang membantu saya, termasuk saat saya dilarikan ke RS Mitra Keluarga (Kelapa Gading)," kata Novel.

Novel menyebut, mata sebelah kirinya kini sama sekali tak berfungsi. Sementara mata kanannya masih melihat namun samar.

"Saat ini kondisi mata saya yang kiri sampai sekarang tidak bisa lihat sama sekali tapi kalau mata kanan penglihatan saya 50 persen tak bisa lihat," kata.

Sebut Nama Mantan Kapolda

Dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu, Novel Baswedan juga mengungkap hal-hal aneh yang sempat dirasakannya sebelum kejadian dan sesudah kejadian teror air keras yang menimpanya.

Saya laporkan seperti ada orang-orang mencurigakan di sekitar rumah saya kisaran dua minggu sebelum kejadian.

"Foto-fotonya saya dapat dari tetangga yang mengambil foto itu dan saya serahkan ke Pak Kapolda Metro pada saat itu Pak Iriawan," kata Novel Baswedan dalam persidangan, Kamis.

Menurut Novel, Iriawan saat itu memiliki dugaan kuat terhadap siapa sosok yang dicurigai mengintai dan menyerang dirinya. Dia merasa, Iriawan tahu bahwa yang tengah mengincar dirinya memiliki kekuatan yang besar.

"Saya kira Pak Kapolda tahu, ini kekuatannya cukup besar," tutur penyidik senior KPK ini.

Novel melanjutkan, pada saat mendatangi TKP dan mengidentifikasi temuan di lapangan, Iriawan sempat menyebutkan sejumlah nama. Namun kembali, hal itu butuh pembuktian yang kuat.

"Pak Kapolda mengatakan bahwa ia merasa kecolongan dan beliau menyebut beberapa nama dan beliau mengatakan akan melakukan penelusuran," ungkap Novel Baswedan. 

Geram Dianggap Pakai Soft Lens

Wadah Pegawai (WP) KPK saat memperingati 500 hari penyerangan terhadap Novel Baswedan di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). WP KPK mendesak Presiden Joko Widodo menyelesaikan kasus-kasus penyerangan terhadap aktivis. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)
Wadah Pegawai (WP) KPK saat memperingati 500 hari penyerangan terhadap Novel Baswedan di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). WP KPK mendesak Presiden Joko Widodo menyelesaikan kasus-kasus penyerangan terhadap aktivis. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Ada pada satu titik, penyidik senior KPK ini dibuat kesal dengan pertanyaan salah satu penasihat hukum yang menyinggung kondisi matanya.

Pasalnya, Novel merasa seakan mereka tidak percaya bahwa mata kirinya telah buta akibat serangan air keras.

"Mata saya ini enggak bisa mengenali, mau dikasih cahaya ekstrem juga, tidak bisa," kata Novel Baswedan menegaskan kalau daya lihat mata kirinya sudah mati dan mata kanannya tinggal 50 persen saja.

Belum cukup sampai di situ, penasihat hukum dari terdakwa juga mengungkit isu bahwa bola mata Novel yang kini berwarna putih adalah hiasan belaka menggunakan soft lens atau lensa kontak lunak.

Kali ini Novel pun geram dan menyatakan kepada majelis bahwa pertanyaan tersebut sangat menyinggung dan tidak berempati.

"Saya pastikan bukan soft lens dan mata saya dipegang tidak apa, cuma saya tidak mau pegang karena tangan saya tidak higienis. Saya rasa ini (pertanyaan) tidak suatu penghormatan dan tidak ada empati juga," ucap Novel kesal.

"Kalau Anda punya cotton bud mau dicolok boleh," ungkap Novel Baswedan mempersilakan demi membuktian keaslian bola matanya bukan soft lens.

Saksikan video pilihan di bawah ini:



from Liputan6 RSS https://ift.tt/2YiVYIV

Comments