Liputan6.com, Moskow - Ribuan orang di berbagai penjuru Rusia turun ke jalan karena protes terhadap ditangkapnya tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny. Musuh dari Vladimir Putin itu ditangkap ketika tiba di Rusia pada 17 Januari 2021, setelah dirawat di Jerman akibat serangan racun mematikan.
Menurut laporan BBC, Senin (1/2/2021), ada lebih dari 5.000 orang telah ditahan akibat demo pro-Navalny. Kepolisian ibu kota Moskow juga menutup akses ke stasiun metro dan memblokir akses pusat kota.
Pendemo berupaya menuju penjara Matrosskaya Tishina tempat Navalny ditahan. Istri Navalnya, Yulia Navalnaya, juga sempat ditahan saat pulang ke Rusia, namun dilepas. Melalui Instagram, wanita itu mengingatkan masyarakat agar tidak bungkam.
Polisi Rusia berkata demo yang terjadi adalah ilegal. Pemerintah juga berkata kegiatan ramai seperti itu bisa menyebar COVID-19.
Demo juga terjadi di tempat kelahiran Vladimir Putin di St. Petersburg. Warga berteriak "turunkan Tsar."
Unjuk rasa turut sampai ke wilayah Siberia. Sebanyak 2.000 orang turun ke jalan di kota Novosibirks dan menerikan kata "kebebasan" dan "Putin adalah pencuri."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Demo hingga Siberia
Demo yang lebih besar terjadi di Siberia berlangsung di Yekaterinburg.
Di Yakutsk, puluhan pendemo turun ke jalan meski suhu mencapai minus derajat.
Kelompok OVD-Info menyebut polisi telah menahan lebih dari 5.000 orang pada protes yang berlangsung di 86 kota.
1.608 orang ditahan di Moskow dan 1.122 ditahan di St. Petersburg. Polisi di Moskow dikabarkan sampai kesulitan mencari tempat untuk menahan pendemo.
Kelompok pro-Navalny di Moskow berencana akan berdemo di pengadilan Moskow pada Selasa besok (3/1) yang menjadi lokasi pengambilan putusan terhadap status penahanan Navalny.
Penangkapan Pemimpin Oposisi Rusia Alexei Navalny di Moskow Tuai Reaksi AS dan Uni Eropa
Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny ditahan polisi saat tiba di Moskow pada Minggu 17 Januari. Ia baru saja datang dari Jerman.
BBC melaporkan, Senin (18/1), pegacara Navalny tidak diizinkan untuk ikut bersamanya saat dibawa polisi.
Aktivis berusia 44 tahun itu kembali ke Rusia setelah lima bulan mengalami keracunan dalam perjalanannya ke Moskow dari Siberia. Pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin membantah terlibat dalam kasus tersebut.
Menanggapi penangkapan Navalny, Amerika Serikat dan beberapa pemerintah Uni Eropa, mendesak pembebasan terhadapnya.
Menteri Luar Negeri AS era Donald Trump, Mike Pompeo, menuliskan dalam postingannya di Twitter bahwa ia turut menyesali terjadinya penangkapan itu.
"Sangat terganggu oleh keputusan Rusia untuk menangkap Alexei Navalny," kata Menlu Pompeo.
Ia pun menyerukan "pembebasan segera dan tanpa syarat" untuk Navalny.
"Para pemimpin politik yang percaya diri tidak takut pada persaingan suara-suara, atau melakukan kekerasan atau dengan salah menahan lawan politik," sebut Menlu Pompeo.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
from Liputan6 RSS https://ift.tt/3tgFWw0
Comments
Post a Comment